Jumat, 18 Juni 2010

Belajar Membangun dari Wonogiri

MINGGU lalu lalu Kabupalen Wonogiri menggelar sambutan berbudaya atas kunjungan Menko Kesra Agung Laksono dengan cara yang menarik.

Pada jajaran pertama Menko yang lama menjabat sebagai Ketua DPR RI itu disuguhi ucapan selamat datang oleh rombongan Reyok Ponorogo, yang konon Ketua Paguyubannya dipercayakan kepada Bupati Wonogiri, H Begug Purnomosidi.

Setelah Itu Menko yang didampingi oleh isteri, Deputi Menko dan staf itu diajak melihat kiprah rakyat Wonogiri berupa produk-produk koperasi primer yang jumlahnya telah mencapai hampir 7000 kelompok, atau praktis secara hukum telah ada di setiap RT di Wonogiri.

Produk-produk yang menarik itu digarap oleh sumber daya manusia dari Wonogiri yang terkenal kreatif dan menyebar di kota-kota besar seperti Jakarta dan kota lainnya di Indonesia. Mereka juga menjadi tenaga kerjayang bermutu di manca negara.

Penduduk Wonogiri konon hanya boleh bekerja di luar negeri kalau mengantongi sertifikat pelatihan ketrampilan yang dikeluarkan oleh Dinas atau Instansi yang berwewenang.

Karena itu Bupati dengan penuh kebanggaan menyebutkan bahwa TKI dari Wonogiri pada umumnya mendapat perlakuan yang baik karena datang dengan keahlian ya.ng dibutuhkan oleh pasar nasional maupun internasional.

Pencapaian Bupati tersebut bukan seluruhnya barang baru. Tetapi setiap Bupati sanggup menganggap pendahulunya pantas diteladani dan diteruskan upayanya.

Sepuluh limabelas tahun lalu, pada waktu tenaga kerja Wonogiri makin marak dan bekerja sebagai pengusaha jamu atau kerja lainnya di Jakarta, penduduk Wonogiri bersedia

berkenalan dengan sistem pulang ber-
s.iin.i

BKKBN bekerja sama dengan Bank BRI mengeluarkan Cek Perjalanan yang dijual di stasiun kereta api atau bus kepada penduduk yang pulang kampung. Cek Perjalanan tersebut, dengan kerjasama pemerintah setempat, bisa diuangkan pada Bank, atau langsung dibelanjakan pada toko-toko yang ikut serta dalam program ini.

Pada waktu itu penggunaan kartu kredit belum marak seperti sekarang, tetapi penduduk Wonogiri telah berani melakukan langkah-langkah modern dalam mengamankan keuangannya melalui sistem giral.

Praktek itu sekarang bertambah maju karena penggunaan bank untuk mengirim remitan dari luar negeri atau penggunaan kartu kredit bagi penduduk yang mempunyai tabungan. Karena kegiatan warga yang tinggi, desa-desa di Wonogiri disulap berwajah kota dengan rumah dan perabotan modern yang tidak kalah dibanding rumah penduduk kota.

Seperti juga ciri penduduk modern, penduduk Wonogiri mempunyai mobilitas yang sangat tinggi. Setiap hari puluhan bahkan ratusan mobil dan bus berangkat dan dalang di Wonogiri. Bus-bus ftu membawa orang atau anggota keluarga Wonogiri, dan Juga dagangan yang sudah diolah di Wonogiri.

Kota Wonogiri yang sederhana di masa lalu, sekarang berubah seakan kota metropolitan dengan satu pengecualian yang membesarkan hati

rakyat.

Di Wonogiri tidak ada Mall-mall besar karena pemerintah Kabupaten tidak ingin rakyat yang bekerja keras dan berdagang dengan cara tradisional yang akrab kehilangan budaya kebersamaan, budaya tawar menawar, budaya saling membantu dan memberikan korting karena hasil negosiasi yang akrab dan penuh kekeluargan. Wonogiri bertahan dari godaan global berupa pasar modern Mall yang tidak mengetengahkan hubungan antar manusia dari si penjual dan si pembeli.

Sambutan awal untuk Menko Kesra berupa tarian Rcyok disusul tarian Bedoyo sakral yang dilarikan hanya oleh anak-anak gadis yang masih suci yang dengan lembut mempesona sebagai bukti bahwa masyarakat Wonogiri bisa perkasa seperti macan, tetapi juga bisa lembut penuh senyum, gemulai. bersuara merdu dan sejuk.

Dari kombinasi budaya masyarakat yang ditunjukkan hari itu bisa dibaca tuntunan yang tersirat yaitu adanya kesanggupan untuk bergerak dengan semangat pembangunan yang dinamik, dilandasi kebersamaan untuk maju, lembut berbudaya, atau kalau menghadapi tantangan, siap dan mampu mengusir lawan dengan taruhan jiwa dan kekuatan macan yang tidak ada tandingannya.

Kekuatan rangkap tersebut ditunjukkan oleh Bupati dengan program industri pertanian, jamu, peternakan dan kerajinan yang memberi kesempatan kepada setiap warga masyarakatnya untuk sejauh mungkin mengembangkan dinamika melalui usaha yang prosesnya dilakukan di Wonogiri agar nilai tambah dinikmati oleh masyarakat Wonogiri dengan penuh.

Kalau di masa lalu misalnya, sapi dikirim beratus ratus ke Jakarta dan kota besar lainnya, maka pembuatan

makanan dari daging sapi sekarang dikerjakan di Wonogiri.

Bakso untuk masyarakat kota misalnya, tidak lagi diolah di Jakarta atau Semarang, atau Surabaya, tetapi diolah dan dikirim hampir siap saji dari kampung yang bersih dan rakyatnya mahir menghasilkan makanan lezat yang siap dinikmati oleh masyarakat kota dengan lahap.

Kemampuan olah mengolah, kebersihan dan kesehatan itu dibuktikan bahwa Wonogiri masih termasuk penghasil Jamu tradisionil yang sangat terkenal.

Pabrik jamu Air Mancur yang sangat besar tetap bertahan di Wonogiri. Di luar pabrik tidak sedikit orang Wonogiri, juga Sukaharjo yang berdekatan dengan Wonogiri, menghasilkan jamu tradisional yang masih banyak digemari rakyat di seluruh Indonesia bahkan sampai manca negara.

Disamping itu Wonogiri sangat terkenal usahanya memelihara budaya peninggalan nenek moyang. Ketua Perkumpulan Reyok Ponorogo bukan dipegang oleh orang dari Ponorogo, tetapi dipercayakan kepada Bupati Wonogiri H Begug Purnomosidi yang dengan berani merangkul para penggemar Reyog dari manca negara untuk menghormati budaya bangsa tersebut.

Kesenian wayang kulit dikembangkan dengan sangat intens sehingga di kabupaten banyak kita dapati Sertifikat Juara Muri yang dihasilkan oleh kesenian dan kelanggengan budaya bangsa tersebut.

Melihat pencapaian itu kita pantas belajar dari Wonogiri. Kita perlu menyebar luaskan keberhasilan rakyat membangun tersebut ke seluruh pelosok tanah air. dan Wonogiri tetap harus tegar melanjutkan pembangunan berlandaskan semangat dan budaya bangsa
yang luhur itu. (Penulis adalah. Ketua Yayasan Daman diri, www.haryono.com)

Sumber :
Haryono Suyono, Harian Pelita 8 Februari 2010, dalam :
http://bataviase.co.id/node/87852
19 Juni 2010

1 komentar: